Selasa, 22 Januari 2013
4. Manipulasi Laporan Keuangan
PT KAI
Transparansi
serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi
amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan
usaha milik negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja
keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa
keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati,
sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian
ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih
pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga
dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan,
ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan
demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah
terjadi di sini. Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa
kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai
pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa
piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga,
sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita
kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang
berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai
pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar
dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta
Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi
permasalahan terjadi disini.
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar